Mr. Shingo Miyamoto Konsuler Kedutaan Besar Jepang
Saya ada sebuah pengakuan. Awalnya ada "udang di balik batu" saat saya memutuskan untuk ikut latihan pencak silat di Masjid Al Azhar.
Saya ada sebuah pengakuan. Awalnya ada "udang di balik batu" saat saya memutuskan untuk ikut latihan pencak silat di Masjid Al Azhar.
Dalam kata singkat, alasan saya untuk belajar
silat bukan karena saya ingin meningkatkan kemampuan saya sendiri dalam
silat. Alasan saya untuk belajar silat
sebetulnya adalah untuk berteman dengan sebanyak mungkin orang Indonesia, dan
untuk meningkatkan kemampuan saya untuk berbahasa Indonesia.
Saya melihat tampilan pencak silat untuk
pertama kalinya, saat mewakili Duta Besar Jepang di acara Hari Ulang Tahun ASBD
pada bulan Mei, tahun 2010. Saat itu,
saya berpikir betapa bagus kegiatan ini untuk bisa mengenal dengan teman-teman
dari Indonesia, dan untuk bisa berbicara dengan mereka dalam bahasa
Indonesia. Karena waktu itu saya masih
relatif baru datang di Indonesia, dan karena kebanyakan dari orang yang
mengelilingi saya dalam kehidupan saya adalah orang asing, keinginan saya untuk
mendekati teman-teman dari Indonesia sangat kuat. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk
mengunakan pencak silat sebagai “alat” untuk merealisasikan keinginan itu.
Sudah dua tahun berlalu sejak saya mulai ikut
latihan pencak silat di Masjid Agung setiap hari minggu. Selama dua tahun ini, saya berhasil untuk
berteman dengan banyak orang Indonesia.
Memang, saya merasa saya dapat diterima sebagai seorang anggota keluarga
besar ASBD. Sahabat yang telah saya
bertemu di sana adalah sahabat-sahabat terpenting bagi saya di Indonesia.
Selama dua tahun itu, kemampuan saya untuk
berbahasa Indonesia bertambah dengan signifikan juga. Meskipun pasti belum lancar, jika
dibandingkan dengan saat saya tiba di Indonesia untuk pertama kalinya (Wah,
saya belum tahu caranya untuk bahkan mengucapkan terima kasih pada waktu
itu!!), saya sudah menjadi cukup mampu. Sampai bisa menulis karangan ini
sendiri, misalnya.
Dari hasil-hasil tersebut, mungkin bisa
dikatakan bahwa tujuan awal saya dalam belajar silat itu sudah direalisasikan.
“Udang di balik batu sudah didapatkan.”
Anehnya, bahkan setelah dipindah tugas ke
Amerika Serikat pada bulan Januari, tahun 2012, saya masih tetap ikut latihan
silat di cabang ASBD di Washington DC.
Mengapa? Bukan karena saya ingin berteman dengan orang Indonesia pasti.
Karena hampir semua murid di sana orang Amerika. Bukan karena saya ingin
belajar bahasa Indonesia juga, karena semua pembicaraan saat latihan dilakukan
dalam bahasa Inggris. Mengapa saya masih
ingin berlatih silat?? Nah, saya sendiri baru sadar, bahwa alasan kenapa saya
ingin belajar silat sudah berubah selama dua tahun yang lalu.
Jika dipikirkan sekarang, alasannya bukan
karena saya ingin mendekati teman-teman Indonesia. Alasannya bukan karena saya ingin belajar
bahasa Indonesia. Tetapi, alasanya
karena saya ingin melanjutkan pelajaran pencak silat. Itu saja.
Sekarang, bagi saya sendiri, pencak silat bukan
“alat” untuk mendekati Indonesia. Pencak
silat adalah kegiatan yang menyenangkan.
Ya. Pencak silat adalah sejenis seni bela diri. Yang sangat bermanfaat
untuk meningkatkan kemampuan saya sendiri. Tapi pencak silat bukan hanya
itu. Saya rasa belajar silat bisa
bermanfaat untuk meningkatkan disiplin diri saya. Dari silat, saya dapat belajar sikap hidup
yang lebih baik, seperti jangan paksakan pendapat saya sendiri kepada orang
lain, tetapi manfaatkan tenaga orang lain untuk merealisasikan hasil yang
baik. Menurut saya, silat bisa disebut
sebuah kegiatan yang dapat dilanjutkan sepanjang hidup untuk menjadi orang yang
lebih baik.
Saya sering ditanya oleh teman-teman. “Kamu
orang Jepang kan? Kenapa suka belajar pencak silat? Mengapa bukan karate?“ Dan saya selalu menjawab, “kebetulan saja.“
Memang, saya menemukan pencak silat secara kebetulan. Dan kebetulan, saya jatuh cinta
kepadanya. Dan setelah belajarnya selama
dua tahun, ternyata banyak hal yang telah saya pelajari. Oleh karena itu, kata
kunci saya pada saat ini untuk menjelaskan artinya belajar silat bukan “udang
di balik batu” tetapi “Sekali mengayuh dua tiga pulau terlewati.” Karena hanya
dengan belajar pencak silat, saya sudah bisa mendapatkan banyak hal yang sangat
dihargai dalam hidup saya.
Harapan saya adalah melalui membaca buku ini,
anak-anak dan dewasa secara bersama akan dapat belajar banyak hal mengenai seni
bela diri yang saya cintai. Pencak Silat.
Terakhir, saya ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada sahabat-sahabat saya dari Al Azhar, yang telah menerima
saya sebagai anggota keluarga besar mereka.
Sampai hari ini, saya sangat menghargai persahabatannya sebagai sesuatu
yang terbaik yang terjadi kepada saya selama berada di Indonesia. Terima
kasih...
Shingo Miyamoto
Shingo Miyamoto