Rabu, 12 November 2014

Latihan Beladirianak Melatih Anak Untuk Disiplin

Setiap keluarga pasti memiliki aturan tersendiri dalam menjalani hidup berkeluarga, salah satunya aturan yang dibuat orang tua untuk anak. Baik aturan yang disepakati dan disampaikan (terucap) ataupun aturan yang tidak terucap tetapi dilaksanakan keluarga. Aturan yang dibuat tujuan utamanya tidak untuk mengekang anak, tetapi aturan dibuat untuk membiasakan anak untuk tertib, mengetahui yang salah atau benar dan meningkatkan kemampuan anak dalam bidang apapun. 
Kadang dalam melaksanakan peraturan kepada anak kita sebagai orang tua sering menemukan kesulitan dalam menegakannya. Kesulitan terkadang datang dari anak itu sendiri bahkan dari sendiri yang kita kurang pengawasan atau pengawalan peraturan tersebut. 
Untuk itu kita sebagai orang tua berusaha melatih anak kita supaya bisa mentaati aturan tersebut, salah satu cara mengikutsertakan anak dalam latihan beladiri.
Kenapa salah satunya dengan latihan beladiri?. Dalam latihan beladiri sebagai mana kita ketahui pasti ada aturan-aturan atau tata tertib latihan. Mulai dari kedatangan anak, seragam, ketertiban, sikap, tentang materi (kurikulum), administrasi dan lain sebagainya. Contoh : Jika ada anak tidak berseragam tidak lengkap seperti baju, celana, dan sabuk maka pelatih memberi hukuman push up. Ada anak yang telat datang latihan maka anak tersebut diberi hukuman lari mengelilingi tempat latihan. Untuk sanksi di administrasi ketika anak terlambat daftar ujian kenaikan tingkat maka anak tersebut tidak bisa mengikuti ujian dan anak tersebut tidak naik sabuk atau tingkat. Seorang anak akan merasa malu apabila diberikan funishmen atau hukuman jika tidak mentaati aturan seperti contoh diatas. Untuk menutupi rasa malu tersebut maka dia berusaha mentaati aturan tersebut. 
Hal ini bisa di terapkan di rumah, apalagi apabila anak bapak/ibu ikut latihan beladiri, kita sebagai orang tua akan ajak bicara apabila anak melanggar tata tertib dirumah dengan diberi pengertian sama seperti latihan.
Nah insya Allah dengan terbiasanya anak menaati aturan pada latihan beladiri anak, pelan-pelan akan terbiasa dengan aturan atau tata tertib di mana pun termasuk dirumah. Tetapi ingat, bahwa perubahan sikap anak tidak selalu bisa berubah cepat, setiap anak memiliki perubahan mental yang berbeda. Selamat mencoba semoga anak bapak/ibu menjadi anak yang soleh dan sholeha yang menaati peraturan dimana pun dia berada.


Hilman Indra Pura

Sabtu, 01 November 2014

Ciri-ciri Anak Memasuki Usia Sekolah

Pada umumnya, anak-anak di usia 4 tahun yang sudah memasuki usia sekolah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Anak akan belajar untuk mengambil inisiatif terhadap segala sesuatu di sekitarnya.
b. Anak sudah mulai berpikir akan adanya konsep, baik itu yang dilihatnya melalui gambar ataupun hukum sebab-akibat yang telah dialaminya.
c. Anak akan melihat moralitas dari segi apakah ia akan mendapat penghargaan, hukuman, kesenangan, atau konsekuensi lainnya, contohnya: “ Aku diem kok ga nakal, jadi aku boleh pinjem mainannya” atau juga disebut dengan Tahap Menghindari Hukuman.
d. Perkembangan fisiknya mulai berkembang kuat sehingga aktivitas yang paling disukainya adalah “bermain”
e. Pemikirannya masih pada tahap simbolik dan sifat egosentris yang mendominasi.
f. Pemikiran anak yang masih didominasi oleh hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas fisik dan pengamatannya sendiri, sekalipun apa yang ada dalam pikirannya tidak selalu ditampilkan lewat tingkah laku nyata.

Perlunya Bermain belajar dari permainan (Learning by playing)
Permainan seharusnya memiliki nilai seimbang dengan belajar. Anak dapat belajar melalui permainan (learning by playing). Banyak hal yang dapat anak pelajari dengan permainan, keimbangan antara motorik halus dan motorik kasar sangat memengaruhi perkembangan psikologi anak. Seperti kata Reamonn O Donnchadha dalam bukunya The Confident Child Permainan akan memberi kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar memecahkan masalah. Permainan mengembangkan otak kanan

Disamping itu tentu saja anak mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuan dirinya berhadapan dengan teman sebayanya dan mengembangkan perasaan realistis akan dirinya. Bermain melalui permainan memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan otak kanan, kemampuan yang mungkin kurang terasah di sekolah maupun di rumah.
Permainan mengembangkan pola sosialisasi dan emosi anak
Dalam permainan kelompok, anak belajar tentang sosialisasi yang menempatkan dirinya sebagai makhluk sosial. Anak mempelajari nilai keberhasilan pribadi ketika berhasil memasuki suatu kelompok. Ketika anak memainkan peran baik atau jahat membuat anak kaya akan pengalaman emosi, anak akan memahami perasaan yang terkait dari ketakutan dan penolakan dari situasi yang dia hadapi.

Nina Maryamah, S. Kom.